Senin, 19 Maret 2012

MJC : Indept reporting


“ Mie Kulat Yang Memikat”

OLEH : DARA , RAYFUL, TIARA
Satu dua kendaraan terlihat melewati jalan Syah kuala, kami juga ikut melewati jalan itu untuk menuju ke salah satu warung mie yang beralamat di pinggiran jalan tersebut. setiba kami di tempat itu, sudah terparkir beberapa mobil mewah dan kendaraan bermotor disana.
Warung mie lala itu tampak mulai dipenuhi oleh orang-orang yang ingin menikmati mie Aceh dengan berbagai jenis, seperti mie jamur, mie kepiting, mie udang dan bermacam-macam jenis mie lain.
Ketika mulai masuk ke dalam warung, suara “Ting-tring-ting” mulai terdengar, suara hasil benturan antara kuali dan sendoknya yang keluar tanpa sengaja dilakukan oleh juru masak di warung tersebut, seakan seperti nyanyian yang selalu menemani para pelanggan dalam menunggu mie pesanan mereka siap dihidangkan.
 Diantara berbagai macam jenis mie yang ada di daftar menu, kami tertarik dengan mie yang berbahan tambahan jamur karena kami ingin tahu siapa-siapa orang yang suka terhadap mie jamur ini, ya kami tanyakan saja pada orang-orang di tempat itu.
“banyaklah yang pesan mie jamur disini, sehari bisa habis hingga 20 porsi mie jamur”, kata yuna, seorang wanita berwajah cerah dan murah senyum yang bekerja sebagai pelayan sekaligus penjaga kasir di mie lala yang beralamat di jalan syiah kuala Banda Aceh.
Ia sangat senang ketika kami wawancara hingga tugasnya menghitung jumlah pesanan pelanggannya pun ia tunda demi menjawab pertanyaan yang kami ajukan padanya.
Memang, makanan berbahankan jamur mulai membludak di Banda Aceh, entah kapan mulai ada jamur di kota ini, namun yang terpenting ialah jamur sudah dikenal luas di kalangan masyarakat Aceh. Beberapa restoran disini pun beramai-ramai menyediakan menu makanan dengan berbahan dasar jamur.
 Seperti di mie lala, dalam sehari jamur yang mereka habiskan untuk pesanan pelanggan mulai 2 hingga 4 kg per hari, “setiap pagi penjual jamurnya selalu mengantar ke warong 2 hingga 4 kg”, kata munawar yang sedang menjalankan tugasnya sebagai juru masak di sana.
Para penikmat biasanya dari golongan menengah keatas. maklum, seperti di mie lala harga 1 porsi mie jamur ialah 20 ribu rupiah dan bisa dilihat dari beberapa mobil mewah parkir disana, jauh berbanding dengan harga mie biasa yang hanya 7 ribu rupiah per porsi.
Berbeda dengan di mie ijo di jalan P.Nyak makam di depan hotel hermes palace, harga 1 porsi mie jamur lebih ekonomis yaitu 10 ribu rupiah dan habis hingga 50 porsi mie ayam jamur per hari. “ya mungkin karena enak mas” kata arif salah satu pelayan di mie ijo dengan logat jawanya yang kental.
Dia juga menambahkan dibandingkan menu yang lain, mie jamur ini lebih diminati masyarakat, terutama dari kalangan remaja. “mie ayam jamur ini banyak diminati sama anak-anak kuliah” tuturnya santai.
Sebelumnya ketika kami tiba di mie ijo tersebut terlihat mobil vios, yaris, dan beberapa mobil lain berparkir disana, dan itu menunjukkan bahwa kebanyakan kalangan elit yang suka mie dengan bahan dasar jamur.
“ya karena enak makanya saya suka mie jamur ini” tutur siti, wanita cantik yang sedang menikmati mie ayam jamur yang ia pesan. Ia juga mengaku sering kesini untuk menikmati mie ayam jamur.
Si coklat gelap hingga abu-abu yang berbentuk bulat telur saat masih muda namun berbentuk seperti payung ketika dewasa ini seakan menghipnotis para penikmat kuliner untuk memakannya, padahal rasanya nyaris tidak ada, yang terasa hanya rasa kenyal ketika mulai dimakan,”rasanya hanya kenyal saja, tapi karena sudah bercampur dengan bahan yang lain, jamur punya rasa” kata aditya seorang mahasiswa keperawatan tersebut dengan gelagat yang serius ketika ditanya serta sedikit mengikuti gaya Pak Bondan yang menjadi presenter kuliner di salah satu stasiun TV nasional itu.
 Namun walau demikian, penikmat jamur bukannya berkurang malahan semakin bertambah banyak, apalagi di kalangan remaja. Seperti Dara, mahasiswa komunikasi universitas iskandar muda ( UNIDA )  ini mengaku walaupun jamur tidak memiliki rasa yang khusus, namun ia tetap menyukai makanan yang bermedia merang atau jerami ini.
Wanita bertubuh agak mungil itu juga menambahkan sejak masih menginjak bangku SMA, ia bersama teman-temannya sering mengunjungi tempat penjualan mie ayam jamur yang ekonomis seperti di mie ijo Lampineung.

“kami biasanya cari tempat lumayan murah walaupun jamurnya cuma sedikit” tuturnya setelah kemudian tertawa.

Mereka yang makan mie jamur tentu memiliki uang  yang lumayan besar untuk sekedar menikmati mie jamur dengan rasa puas bersama teman-teman mereka. Inilah mie kulat yang memikat. [*]

0 komentar:

Posting Komentar