“ Mie Kulat Yang
Memikat”
OLEH : DARA , RAYFUL, TIARA
Satu dua kendaraan terlihat melewati
jalan Syah kuala, kami juga ikut melewati jalan itu untuk menuju ke salah satu
warung mie yang beralamat di pinggiran jalan tersebut. setiba kami di tempat
itu, sudah terparkir beberapa mobil mewah dan kendaraan bermotor disana.
Warung mie lala itu tampak mulai
dipenuhi oleh orang-orang yang ingin menikmati mie Aceh dengan berbagai jenis,
seperti mie jamur, mie kepiting, mie udang dan bermacam-macam jenis mie lain.
Ketika mulai masuk ke dalam warung,
suara “Ting-tring-ting” mulai terdengar, suara hasil benturan antara kuali dan
sendoknya yang keluar tanpa sengaja dilakukan oleh juru masak di warung
tersebut, seakan seperti nyanyian yang selalu menemani para pelanggan dalam
menunggu mie pesanan mereka siap dihidangkan.
Diantara
berbagai macam jenis mie yang ada di daftar menu, kami tertarik dengan mie yang
berbahan tambahan jamur karena kami ingin tahu siapa-siapa orang yang suka
terhadap mie jamur ini, ya kami tanyakan saja pada orang-orang di tempat itu.
“banyaklah yang pesan mie jamur disini,
sehari bisa habis hingga 20 porsi mie jamur”, kata yuna, seorang wanita
berwajah cerah dan murah senyum yang bekerja sebagai pelayan sekaligus penjaga
kasir di mie lala yang beralamat di jalan syiah kuala Banda Aceh.
Ia sangat senang ketika kami wawancara
hingga tugasnya menghitung jumlah pesanan pelanggannya pun ia tunda demi
menjawab pertanyaan yang kami ajukan padanya.
Memang, makanan berbahankan jamur mulai
membludak di Banda Aceh, entah kapan mulai ada jamur di kota ini, namun yang
terpenting ialah jamur sudah dikenal luas di kalangan masyarakat Aceh. Beberapa
restoran disini pun beramai-ramai menyediakan menu makanan dengan berbahan
dasar jamur.
Seperti di mie lala, dalam sehari jamur yang
mereka habiskan untuk pesanan pelanggan mulai 2 hingga 4 kg per hari, “setiap
pagi penjual jamurnya selalu mengantar ke warong 2 hingga 4 kg”, kata munawar
yang sedang menjalankan tugasnya sebagai juru masak di sana.
Para penikmat biasanya dari golongan
menengah keatas. maklum, seperti di mie lala harga 1 porsi mie jamur ialah 20
ribu rupiah dan bisa dilihat dari beberapa mobil mewah parkir disana, jauh
berbanding dengan harga mie biasa yang hanya 7 ribu rupiah per porsi.
Berbeda dengan di mie ijo di jalan
P.Nyak makam di depan hotel hermes palace, harga 1 porsi mie jamur lebih
ekonomis yaitu 10 ribu rupiah dan habis hingga 50 porsi mie ayam jamur per
hari. “ya mungkin karena enak mas” kata arif salah satu pelayan di mie ijo
dengan logat jawanya yang kental.
Dia juga menambahkan dibandingkan menu
yang lain, mie jamur ini lebih diminati masyarakat, terutama dari kalangan
remaja. “mie ayam jamur ini banyak diminati sama anak-anak kuliah” tuturnya
santai.
Sebelumnya ketika kami tiba di mie ijo
tersebut terlihat mobil vios, yaris, dan beberapa mobil lain berparkir disana,
dan itu menunjukkan bahwa kebanyakan kalangan elit yang suka mie dengan bahan
dasar jamur.
“ya karena enak makanya saya suka mie
jamur ini” tutur siti, wanita cantik yang sedang menikmati mie ayam jamur yang
ia pesan. Ia juga mengaku sering kesini untuk menikmati mie ayam jamur.
Si coklat gelap hingga abu-abu yang
berbentuk bulat telur saat masih muda namun berbentuk seperti payung ketika
dewasa ini seakan menghipnotis para penikmat kuliner untuk memakannya, padahal
rasanya nyaris tidak ada, yang terasa hanya rasa kenyal ketika mulai
dimakan,”rasanya hanya kenyal saja, tapi karena sudah bercampur dengan bahan
yang lain, jamur punya rasa” kata aditya seorang mahasiswa keperawatan tersebut
dengan gelagat yang serius ketika ditanya serta sedikit mengikuti gaya Pak
Bondan yang menjadi presenter kuliner di salah satu stasiun TV nasional itu.
Namun walau demikian, penikmat jamur bukannya
berkurang malahan semakin bertambah banyak, apalagi di kalangan remaja. Seperti
Dara, mahasiswa komunikasi universitas iskandar muda ( UNIDA ) ini mengaku walaupun jamur tidak memiliki
rasa yang khusus, namun ia tetap menyukai makanan yang bermedia merang atau
jerami ini.
Wanita bertubuh agak mungil itu juga
menambahkan sejak masih menginjak bangku SMA, ia bersama teman-temannya sering
mengunjungi tempat penjualan mie ayam jamur yang ekonomis seperti di mie ijo
Lampineung.
“kami biasanya cari tempat lumayan murah
walaupun jamurnya cuma sedikit” tuturnya setelah kemudian tertawa.
Mereka yang makan mie jamur tentu
memiliki uang yang lumayan besar untuk
sekedar menikmati mie jamur dengan rasa puas bersama teman-teman mereka. Inilah
mie kulat yang memikat. [*]