Tanpa
terasa mama telah pergi sebelas tahun lamanya, sebelas tahun bukanlah waktu
yang singkat. Dalam diam dan kebisuan aku masih terus mencari kabarnya, masih
terus berdoa agar dijumpakan kembali. Satu sisi aku rasa mustahil, tapi disisi
lainnya aku merasa tak ada yang salah jika aku percaya jika suatu waktu Tuhan
berkehendak menghadirkan kembali mama dihidup ini.
Sungguh,
aku sangat pilu hidup setelah kepergiannya. Aku buta arah. Aku tak tau harus
melangkah kemana tanpanya. Sosok mama yang telah menjadi kompas kehidupan
untukku, telah hilang dibawa waktu yang sekejap begitu saja. Kata orang ia
dibawa air gelombang hitam bernama tsunami. Tapi menurutku, ia telah pergi
menghilang mencari tempat duduk yang tenang dan nyaman.
Mau
tak mau aku harus hidup tertatih-tatih dalam gelombang kehidupan yang tak
menentu arahnya. Aku bertemu berbagai peristiwa, mengenal orang banyak dengan
berbagai macam sifat. Aku binggung. Aku takut, dan aku masih butuh sosok Mama.
Berulang kali, aku berteriak kepada Tuhan meminta Nya kembalikan Mamaku. Karna
aku merasa belum mampu berjalan dikehidupan tanpa rangkulan darinya.
Ternyata,
aku salah. Aku hampir menyalahkan takdir. Aku hampir menyalahkan Tuhan.
Sebelas
Tahun kini, perlahan aku mulai ikhlas dengan kepergiannya yang tanpa
meninggalkan secercah bekas pun. Aku mulai menatap diri untuk terus berjalan
kedepan. Menjadikan mama sebagai sebuah kenangan yang mampu membuah kan
semangat dalam hidup. Sungguh bukan hal yang gampang untuk semua ini, untuk
dapat melewati waktu sebelas tahun ini, aku telah menghabiskan banyak airmata
kepedihan, airmata rindu dan airmata kebahagiaan.
Aku
sangat merindukanmu mama, hanya untaian doa yang dapatku kirim. Hanya tetesan
airmata sebagai tanda kerinduan. Aku mencintaimu dan sangat mencintai.
0 komentar:
Posting Komentar