Awalnya aku tak mengerti tentang rasa ini, namun
setelah kucoba memahaminya. Ya. Aku yakin bahwa ini merupakan suatu keajaiban
cinta. Setahun yang lalu aku punya teman akrab, dia adik kelasku di SMA.
Orangnya lembut, periang, sabar dan penyayang. Aku senang bercerita dan berbagi
dengannya, ia pun demikian. Gadis itu sudah kuanggap sebagai adik sendiri.
Karena usia yang terpaut antara kami dua tahun, aku duluan menyelesaikan study
di SMA. Dan ternyata gadis itu harus pindah ke kota lain, karna mengikuti ayahnya
yang bekerja berpindah-pindah tempat.
Kami tetap berkomunikasi, baik itu melalui sosial media, saling
mengirim pesan dan saling menelpon. Kami saling bersenda gurau, tertawa, dan
bercerita. Dia mengajakku ke kotanya. Untuk bermain disana. Aku tak pernah
sempat dengan ajakan dia, pekerjaan mencari berita pada salah satu media online
membuatku sangat sibuk.
Aku berjanji padanya, jika ia mendapat peringkat yang memuaskan. Aku
akan main kesana. Ternyata benar, nilai-nilainya keluar sangat memuaskan. Dia
mengirimkan foto nilainya via email. Aku sangat bangga pada gadis itu. Dia
menagih terus janjiku kepadaku. Aku pun mengiyakan. Berencana pertengahan bulan
depan selesai final di kampus, aku akan berangkat ke kotanya.
Waktu keberangkatanku tinggal 15 hari lagi, tapi sudah sepekan
gadis itu tak memberikanku kabar. Handphonenya mati, tak ada sapaan ‘jangan
lupa makan ya kak’ atau ‘jangan lupa sholat ya kak’. Aku merindukan sosoknya.
Aku tak sanggup menunggu kabar darinya, akupun mengirimkan pesan kepadanya via
email.
--- Kakak akan berangkat tanggal 15 nanti. Tinggal sepekan lagi
loh. Jangan lupa ya. Mau kemana nanti kita jelek? ---
Begitu bunyi pesan yang kukirimkan kepadanya, malamnya aku dapat
kabar darinya. Dia mengirim pesan via SMS, dia mengucapkan maaf karena sudah
beberapa hari tidak memberiku kabar. Lalu ia bertanya mengenai kabarku.
Ternyata, setelah kupaksa untuk menelponnya malam itu. Suaranya tampak berat,
sesekali ia terbatuk, dia begitu lemas tapi ia tetap saja memaksa untuk tertawa
seperti biasanya.
Sebelum ia menutup pembicaraan kami malam itu, ia sempat meminta
tiga permintaan kepadaku. Katanya, permintaan pertama selalu jaga kesehatan
agar jangan terlalu lelah. Permintaan kedua, jangan suka menangis demi sesuatu
yang tidak bisa kembali, dan permintaan ketiga, ia memintaku untuk mempercepat
datang ke kotanya. Katanya, ia sudah sangat rindu kepadaku. Takut tak bisa
melihatku lagi.
Aku mengiyakan permintaan pertama dan kedua, tapi tidak yang
ketiga. Sebab aku berjanji pada diri sendiri tidak akan mengambil cuti
pekerjaan untuk hal-hal seperti bersenang-senang. Lagi pula aku harus belajar,
final sudah hampir dekat. Mendegar penjelasanku seperti itu, gadis itu terdiam
dan tertawa kecil. “ok kak, baiklah tidak
apa-apa,” suara lirihnya terdengar jelas dari ponselku.
***
Tanggal 15 dua hari lagi. Ya. Hari ini rabu, tanggal 13. Hari
terakhir aku final. Aku ingin segera pulang ke rumah, tapi hujan lebat
menghadangku untuk pulang. Ketika aku lihat hujan, aku teringat kembali pada
gadis itu. Gadis yang akan ku temui tanggal 15 nanti, ia sangat menyukai hujan.
Katanya hujan bisa membuat suasana menjadi dingin, memberi hawa sejuk pada
rohani masing-masing orang.
“Hujan itu istimewa kak.
Berkah,” jawabnya girang, ketika aku memberi pernyataan menyesali turunnya
hujan.
Kuambil handphoneku, ku tekan nomor kontaknya. Sesaat telepon
tersambung, dan ada yang menjawabnya. Tapi, bukan suara riang gadis itu. Juga
bukan suara sapaannya yang begitu khas. Aku kenal betul suaranya. Tapi,
nyatanya suara yang menjawab teleponku adalah seorang laki-laki.
“Halo, maaf ini Dara ya? Saya Indra, abangnya Fiona. Ada keperluan
apa ya?” sapa orang di seberang sana.
“Ya. Saya Dara. Saya mau berbicara dengan Fiona. Fionanya ada?”
tanyaku dengan suara lumayan besar, sembari berlomba dengan suara hujan yang
sangat lebat.
“Maaf dik, Fiona sudah meninggalkan kita semua. Dia meninggal,
Kemarin pagi,” suara lelaki itu lumayan berat, bahkan sedikit terisak ketika
memberitahukanku mengenai kabar itu.
Aku pun, tak tau mau berbicara apa lagi. Seketika otakku buntu. Aku
seperti sedang dibohongi. Aku tak percaya sedikitpun. Sungguh. Tanpa sadar,
kuputuskan pembicaraan via telepon saat itu. Kuhubungi ayah, untuk meminta izin
berangkat malam itu juga. Aku gundah. Aku merasa ini sudah tak adil. Ini sudah
yang kedua kali nya aku kehilangan orang yang aku sayang, setelah ibu.
***
Pagi itu, aku sudah sampai di kota gadis itu. Gadis yang selama ini
sudah seperti adik sendiri. Perlahan bus mulai berhenti, kucari lelaki
berkemeja putih. Semalam sebelum berangkat, aku kembali menghubungi nomor gadis
itu dan meminta lelaki yang mengaku abangnya itu untuk menjemputku pagi ini di
terminal.
Aku berjumpa dengan lelaki itu, aku ingat adiknya yang tak lain
adalah gadis itu pernah bercerita mengenai lelaki ini. Ia membawaku kerumahnya,
memberikan satu kotak besar yang berbungkus kado dan selembar surat.
“Ini yang Fiona titip untuk dik Dara, katanya harus kak Dara yang
membukanya,” ujar lelaki itu.
Perlahan kubuka kotak itu, kotak itu berisi buku-buku karyanya yang
ia cetak sendiri. Dulu Aku pernah memintanya untuk mempublis karya-karyanya.
Tapi dia enggan untuk melakukannya. “Cuma Kak Dara yang boleh baca,” begitu
katanya.
Airmata ku jatuh, sungguh aku sangat menyayangi gadis itu. Gadis
itu bernama Fiona Lestari, gadis yang tegar, sabar, periang dan sosok yang
selalu tersenyum. Kini aku hanya bisa melihat nisannya, ia pergi bersama
penyakit Leukimia nya. Aku baru tau, ketika ia bercerita di suratnya. Penyakit
itu baru 5 bulan ada padanya. Tapi, begitu cepat membawanya menghadap Ilahi.
Selamat Jalan adikku, FIONA LESTARI. Senyummu, candamu, nasihatmu,
dan semua tentang dirimu selalu ku kenang sampai nanti. Aku sangat mencintainya
seperti adik sendiri, pertemuan kami merupakan keajaiban cinta. Cinta untuk
saling memahami, saling melengkapi dan saling mengingatkan. Kini, aku telah
kehilangannya. Aku berjanji padanya, akan melewati hitam putihnya hidup ini
dengan terus bersyukur kepada apa yang telah di ilhami Tuhan.
[Tulisan ini diikut sertakan dalam Kuis GA Novel A Miracle of Touch]
Pengen banget punya buku ini, penasaran dengan ceritanya. Semoga aja dapat dengan ikut Quisnya. Tks :) |
2 komentar:
Kisah nyata itu, Dara?
Innalillahiwainnailaihirrajiun...
Iya kak Isni, itu kisah nyata. Tahun kemarin. Juni 2012.
:D Makasih udah baca blog daraa
Posting Komentar