Kamis, 10 Oktober 2013

Lagi-lagi Ada Korupsi di Indonesia


Membicarakan Indonesia, bagi saya tak akan ada habisnya. Mulai dari banyaknya sejarah, kekayaan alam, hingga budaya yang beraneka ragam. Kebhinnekaan  dan keberagaman  yang lestari, nyaris tak dimiliki bangsa lain. Indonesia yang pernah dijajah berbagai bangsa Eropa hingga dikuasasi bangsa Jepang, menjadikan bangsa dengan lebih kurang 17 ribu pulau ini kaya dalam berbagai hal.

Lihat saja bentuk negara kesatuan (NKRI) yang unik dan apik terpampang di atlas dunia. Negeriku Indonesia yang dulunya pernah berjuluk Hindia Belanda sebagai negeri yang agung. Bangsanya yang ramah, tanahnya yang subur membuat semua bangsa mendambakannya. Maka, saya pun sangat bersyukur menjadi bahagian dari bangsa Indonesia tanpa harus  naturalisasi, karena memang tumpah darah di negeri nusantara.

Menjadi bahagian dari bangsa Indonesia adalah sebuah kebanggaan. Di negeri ini segalanya bisa diperoleh, mulai kebutuhan fisik hingga keinginan rohani. Sebagai bangsa penganut Islam terbesar, umatnya dengan bebas beribadah dan bermuamalah. Nyaris tanpa kesulitan mendapatkan yang kita inginkan.

Jika banyak orang menyesal lahir di Indonesia, dia pasti tak mensyukuri nikmat Tuhan. Demikian bagi mereka yang mencela bangsa sendiri, tentunya bukan warga yang baik. Apalagi sampai membandingkan Indonesia dengan bangsa lain yang tentu tak sepadan, bukan tak masuk akal. Selain berbeda latar belakang sosial budaya, juga berlainan karakter.

Soal sosial
Persoalan kesetiakawanan sosial tak ada yang bisa membantah. Semangat gotong-royong telah ditanam sejak dini. Saling membantu bisa terlihat di mana-mana. Mulai hal positif hingga masalah negatif. Jika mengacu pada sikap tenggang rasa, masyarakat kita paling peka terhadap nasib orang lain, sampai-sampai kedudukan sosial pun bersamaan.

Jika ada jatah masyarakat miskin, maka masyarakat kaya pun harus menikmatinnya juga. Karena ini itu adalah bagian dari kebersamaan. Subsidi untuk masyarakat miskin secara massal harus dirampok karena memang harus mengedepankan kebersamaan. Tidak banyak bangsa di dunia ini yang secara bersama menggrogoti jatah si miskin, seperti BLT, BLSM yang hangat selama ini. Jika perlu, beli saja kewenangan agar masuk dalam jatah miskin.

Jatah miskin lainnya juga tak kalah menarik. Beras miskin pun kerap disunat. Karena memang sunat adalah satu dari beberapa hal yang dianjurkan dalam kepercayaan umum di Indonesia. sampai-sampai sunatan massal jadi agenda sosial berbagai pihak. Mulai dari kegiatan sosial pemerintah, keagamaan hingga kampanye politik pun dibarengi dangan program sunatan massal. Barangkali karena seringnya sunatan massal, ada bantuan untuk kepentingan publik pun disunat secara massa. Bahkan pengadaan Al quran, impor daging atau apa pun namanya, tak terlepas dari upaya sunat. Itu Korupsi.

Hal lainnya yang tak luput bagi kebanggaan kita adalah menjamurnya  fenomena  sosial. Penyimpangan sosial dan sikap diskriminasi. Bayangkan, berapa banyak kaum terpinggir yang diperlakukan tidak adil. Persamaan perlakuan terhadap warga juga bisa dijumpai di negeri nusantara. Pemberitaan para orangtua dan lansia yang harus berhimpitan dengan mereka yang gagah perkasa dalam antrean sedekah atau sembako murah, atau BLSM yang sedang tren sekarang ini. Dan itu juga Korupsi.

Kaum miskin dan anak terlantar  semakin tak berkurang. Bahkan ada kesan, kaum miskin dipelihara untuk mendapatkan bantuan dan membuat mereka miskin.  Fasilitas yang seharusnya diterima si miskin ternyata juga tak kesampaian. Akses pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan  bagai mimpi panjang. Sangat sering kita mendengar, kaum miskin ditolak berobat di fasilitas kesehatan pemerintah dengan alasan tak ada kamar di rumah sakit. Namun, ketika uang di depan, maka kamar rumah sakit terbuka lebar. Lagi-lagi ada Korupsi disana.

Belum lagi persoalan hukum. Peraturan dan hukum ditentukan oleh uang. Lihat saja beberapa kasus terpidana yang menghuni lembaga pemasyarakatan. Ulah para koruptor yang mengatasnamakan HAM sebagai dalih mendapatkan fasilitas. Parahnya lagi,  yang diminta adalah bilik asmara seperti yang sempat diwacanakan Ahmad Fathanah, terdakwa kasus impor daging.

Permainan dan hukum bagaikan pasangan yang tak pernah lekang dari zaman. Sanksi hukum hanya berlaku bagi mereka yang lemah, sementara yang mampu membayar, hukum hanya sebagai modus.

Masih membekas kasus Artalita Suryani, terdakwa kasus penyuapan jaksa Urip Tri Gunawan dan Anggodo, adik mafia Anggoro yang memiliki fasilitas mewah di  Lembaga Pemasyarakatan. Muhammad Nazaruddin, mantan bendahara  DPP Partai Demokrat yang dihukum terlibat dalam penyuapan pembangunan wisma atlet Hambalang.  Juga terpidana kepemilikan 1 juta ekstasi, Freddy Budiman yang  bebas memanfaatkan LP Narkotika Cipinang, Jakarta  Timur untuk bersenang-senang dengan wanita.
  
Dan inilah yang terjadi jika Korupsi sudah dibudidayakan dan sudah menjadi budaya. Akibatnya bermunculan koruptor dimana-mana. Apa yang terjadi, setelah korupsi merajalela dimana-mana? Apapun akan terjadi, bahkan hingga kini negara kaya Indonesia tak pernah luput dengan kegiatan ekspor impor. Namun, yang sangat aktif di Indonesia adalah kegiatan impornya.

Indonesia selalu mengagung-agungkan diri sebagai negara kaya sumberdaya alam dan pertanian. Itu cerita zaman dulu. Saat ini Indonesia sudah menjadi republik impor. Hampir semua sektor tak luput dari kegiatan impor. BBM, pangan, peralatan elektronik, manusia pun harus diimpor. Bahkan  sampah pun sempat diimpor, meskipun secara illegal.  Kekayaan alam hayati tinggal di buku pelajaran dan brosur kampanye. Hanya asap kebakaran hutan yang diekspor.

Sejak awal kemerdekaan, Indonesia diklaim sebagai negeri agraris. Publikasi surplus pangan selalu didengungkan. Panen raya senantiasi menggairahkan. Namun, impor beras dan hortikultura pun tak kendur. Importir tumbuh pesat. Badan Urusan Logistik (Bulog) pun turut menjadi importir.

Sebagai negeri agraris, kegiatan impor justru digalakkan. Pemberdayaan petani tinggal wacana, malah food state dicanangkan. Petani pun berubah menjadi pengupah, karena lahan pertanian dikuasai pengusaha besar.

Pemerintah dan juga termasuk kita selalu berteriak tingkatkan produksi pertanian, tapi lahan pertanian justru dialihfungsikan. Areal persawah diuruh untuk pembangunan perkantoran dan pusat perbelanjaan. Akibatnya, kebutuhan pangan pun harus diimpor karena lahan produktif untuk padi kian menciut.

Demikian juga dengan perlakukan terhadap petani. Produksi pertanian tak dikendalikan secara baik. Saat hasil melimpah harga murah, sehingga petani pun putus asa sehingga banyak yang enggan berusaha di sektor ini. Belum lagi, upaya mendapatkan dana atau modal yang senantiasa dipersulit. Intinya, keinginan dan kenyataan bertolak belakang. Kondisi ini membuat makin cinta Indonesia, karena “ keunikan” yang terjadi.

Belum lagi kebijakan pemerintah antar kementerian. Jika kementerian pertanian mendorong produksi pertanian, kementerian perdagangan dan perindustrian menggalakkan impor produk luar negeri. Dalihnya adalah pemenuhan kebutuhan. Padahal, jika konsisten, petani bisa sejahtera bila mendapatkan perhatian dan perlindungan pemerintah.


Di usia 68 tahun kemerdekaan, sudah saatnya semua komponen peduli dan ikhlas membangun negeri tercinta. Perubahan dapat menggubah Indonesia menjadi lebih baik. Karena sesungguhnya bangsa Indonesia bukan tidak mampu berubah, tapi tidak mau. Maka, keteladanan, keseriusan, dan ikhlas menjadi kunci membangun negeri. Cinta negeri bukan sekadar jargon dan kamuflase, tetapi lebih pada aksi nyata.

Tulisan ini diikut sertakan dalam lomba Kompetisi esay mahasiswa 2013 yang diadakan oleh Tempo Institute.

2 komentar:

Rizki Pradana mengatakan...

huhu,,miris kalau denger pengabaran Indonesi tentang korupsi,,bosan rasanya mendengarnya,,seolah gak ada yang bisa di banggakan dari bangsa ini..
tapi coba buka EPICENTRUM

mungkin ada sedikit hal yang bisa membuat kita bangga sama INDONESIA :))

Darahersavira mengatakan...

yee,.. Makasih ya, udah diperkenalkan dengan blognya. Wow, suer blognya keren banget. Isi nya semua tentang Indonesia dan beragam keindahannya. Aku sukaa.

Makasih banyak atas kunjungannya, sudah seharusnya kita membanggakan negri tercinta ini, jangan selalu terpuruk pada hal negatif. Tapi, bangkit pada sesuatu yang positif. Karena kita penerus bangsa ini :D

Salam kenal bang Rizki Pradana ^_^

Posting Komentar